Oleh
Dr. Ir. Yul H. Bahar
Pada
saat kunjungan Presiden SBY tahun lalu ke areal percontohan pertanaman karet
untuk melakukan penyadapan perdana kabupaten Muaro Jambi, tepatnya pada tanggal
22 September 2011, telah diarahkan agar dilakukan upaya meningkatkan pendapatan
petani karet dengan komoditas atau usaha lain, sehingga bukan hanya berasal
dari produksi karet. Dari arahan tersebut maka salah satu upaya yang dilakukanlah
adalah Peningkatan Pendapatan Petani melalui Pengembangan Jahe sebagai Tanaman
Sela diantara tanaman pada perkebunan karet. Upaya ini telah didahului
dengan percontohan seluas satu Ha oleh BPTP Jambi bekerjasama dengan BALITRO.
Penanaman jahe ini telah dilakukan pada pertengahan Desember 2011.
Sebagai
tindak lanjut untuk pengembangan pada areal lebih luas, maka Ditjen
Hortikultura melalui pendanaan yang dialokasikan ke Dinas Pertanian Provinsi
Jambi, melakukan penanaman jahe dibawah tegakan karet dengan target seluas 5,5
Hektar, bertempat di desa Mudung Darat, Kecamatan Muara Sebo (kabupaten Muaro
Jambi). Kegiatan ini masih merupakan demplot untuk percontohan dan
pemasyarakatan model, serta sebagai media penelaahan dan kajian untuk memperoleh
masukan bagi penyempurnaan kegiatan di masa mendatang.
Pada tahap awal baru ditanam seluas 0,5 Ha tanaman jahe dibawah tegakan karet, hasil tahap pertama ini ternyata pertumbuhannya cukup bagus, begitu juga halnya penanaman yang dilakukan oleh BPTP Jambi yang akan digunakan sebagai sumber benih. Sangat beruntung pada saat kunjungan Menteri Pertanian ke Jambi yang datang bersama rombongan presiden dalam acara Hari Pers Nasional (HPN) ke 37 pada tanggal 9 Pebruari 2012, beliau berkesempatan hadir meninjau lokasi pengembangan tersebut, sekaligus berdialog dengan masyarakat tanidan petugas lapangan pengembangan jahe di bawah tegakan karet.
Pada tahap awal baru ditanam seluas 0,5 Ha tanaman jahe dibawah tegakan karet, hasil tahap pertama ini ternyata pertumbuhannya cukup bagus, begitu juga halnya penanaman yang dilakukan oleh BPTP Jambi yang akan digunakan sebagai sumber benih. Sangat beruntung pada saat kunjungan Menteri Pertanian ke Jambi yang datang bersama rombongan presiden dalam acara Hari Pers Nasional (HPN) ke 37 pada tanggal 9 Pebruari 2012, beliau berkesempatan hadir meninjau lokasi pengembangan tersebut, sekaligus berdialog dengan masyarakat tanidan petugas lapangan pengembangan jahe di bawah tegakan karet.
Prospek Pengembangan
Tananam
jahe menempati areal terluas dibandingkan dengan tanaman rimpang lainnya, pada
tahun 2010 areal produksinya seluas 6053 Ha (sekitar 35 % dari areal produksi
rimpang) dengan produksi sebesar 107,7 ribu ton. Bila dilihat dari neraca
ekspor impor, maka Indonesia merupakan net importir tanaman jahe karena data
tahun 2010 menunjukkan ekspor jahe sebesar 1900 ton sementara impornya sebesar
4200 ton, namun demikian dari segi jumlah, impor ini hanya sebesar 1,7
persen dari total produksi.
Adanya ekspor-impor tersebut menunjukkan bahwa potensi permintaan dan pasar jahe dalam negeri masih besar, dan kesempatan untuk ekspor juga terbuka. Ekspor jahe indonesia terbesar adalah ke Bangladesh, diikuti oleh Malaysia, Jepang dan Saudi Arabia. Sementara impor terbesar berasal dari Malaysia dan China yang umumnya merupakan jahe gajah yang digunakan sebagai bumbu masak. Namun demikian pada tahun 2011 kita pernah tersentak dengan maraknya impor jahe gajah tersebut dengan harga murah pada saat produksi dalam negeri menurun.
Adanya ekspor-impor tersebut menunjukkan bahwa potensi permintaan dan pasar jahe dalam negeri masih besar, dan kesempatan untuk ekspor juga terbuka. Ekspor jahe indonesia terbesar adalah ke Bangladesh, diikuti oleh Malaysia, Jepang dan Saudi Arabia. Sementara impor terbesar berasal dari Malaysia dan China yang umumnya merupakan jahe gajah yang digunakan sebagai bumbu masak. Namun demikian pada tahun 2011 kita pernah tersentak dengan maraknya impor jahe gajah tersebut dengan harga murah pada saat produksi dalam negeri menurun.
Dengan
adanya fenomena perdagangan dan peningkatan permintaan mendukung kebutuhan
industri, ekspor, dan apalagi dengan adanya saintifikasi jamu, maka
pengembangan jahe dewasa ini sudah menjadi priorotas, salah satunya dilakukan
melalui penanaman di bawah tegakan tanaman karet.
Selama
ini dan pada umumnya lahan di bawah tegakan karet tidak termanfaatkan secara
optimal dan bahkan bisa menjadi sarang OPT bagi tanaman karet itu sendiri
ataupun hama lainnya, karena tidak terurus dan lembab. Pemilihan tanaman jahe
untuk pengembangan tanaman terpadu ini karena tanaman jahe beradaptasi baik
untuk hidup di bawah tegakan karet atau berada di bawah naungan.
Tujuan
pengembangan jahe dibawah tegakan karet ini adalah untuk meningkatkan
pendapatan petani pada saat tanaman karetnya belum berproduksi, disamping
optimalisasi pemanfaatan lahan melalui pertanian terpadu.
Beberapa
keuntungan dan manfaat pengembangan :
- Memanfaatkan lahan di bawah tegakan karet secara optimal, yang selama ini tidak dimanfaatkan dan banyak dibiarkan sebagai semak-semak.
- Meningkatkan produksi jahe dalam sekala besar dan komersial untuk kebutuhan industri jamu dan ekspor.
- Meningkatkan pemeliharaan tanaman karet melalui pembersihan dan pemanfaatan lahan di bawah tegakan yang selama ini tidak terurus.
- Meningkatkan pertumbuhan tanaman karet dan produksi dengan adanya pengaruh dari pemupukan dan pemeliharaan tanaman jahe di bawah karet.
- Memberikan tambahan keuntungan dan penghasilan bagi petani karet selama karet belum menghasilkan atau tambahan pendapatan diluar produksi karet.
Hasil
analisis usahatani jahe menunjukkan, bahwa produksi jahe bisa menghasilkan
pendapatan sebesar Rp. 181,25 juta, sementara pengeluaran untuk biaya produksi
sebanyak Rp. 72,47 juta, dengan demikian keuntungan dalam usaha budidaya jahe
selama satu musim akan mencapai 108,78 juta, untuk waktu produksi selama
sembilan bulan. Dengan demikian BC rasio usaha budidaya jahe adalah
sebesar 2,51, bila harga jual Rp. 14500/Kg dan tidak banyak hambatan dan
serangan hama. Komponen terbesar dalam budidaya ini adalah untuk pembelian
benih sebanyak 1,25 ton/Ha, sehingga memerlukan biaya sebesar Rp. 34,5 Juta,
komponen kedua adalah pupuk organik sekitar 25 ton dengan biaya sekitar Rp. 25
Juta.
Karena
penanaman jahe tumpang sari dengan karet, maka dari satu hektar lahan
perkebunan karet, yang dapat dimanfaatkan diperkirakan hanya 0,5 ha, dan juga
diperkirakan belum didapatkan produksi optimal. Dengan asumsi ini maka produksi
hanya diperkirakan sekitar 80 % dari kondisi optimal. Dengan demikian produksi
yang akan didapatkan sekitar 0,5 ha adalah sebanyak 5 ton jahe basah, dengan
demikian bila dikelola secara baik, maka minimal tambahan yang akan didapatkan
adalah sebanyak Rp. 72,5 juta per musim. Dari perhitungan ini emm[perlihatkan
bahwa pengembangan jahe di bawah tegakan karet ini cukup prospektif, karena
memberikan tambahan pendapatan yang signifikan bagi petani. Lebih dari itu,
secara umum pengembangan jahe di bawah tegakan karet secara besar-besaran juga
akan berkontribusi posiitif pada peningkatan produksi dan daya saing jahe kita.
Langkah
Tindak Lanjut
Pemilihan
benih yang baik merupakan salah satu kunci keberhasilan, sehingga kualitas dan
produktifitas jahe menjadi baik. Saat ini yang dikembangkan pada pilot project
ini adalah jahe merah yang selama ini cukup baik pertumbuhannya.
sebagaimana telah diuji-coba oleh BPTP Provinsi Jambi di dekat lokasi
tersebut. Hasil panen dari areal uji coba ini diharapkan akan menjadi sumber
benih pada pengembangan selanjutnya, karena yang ditanam oleh BPTP Jambi adalah
benih sumber (BS) yang berasal dari BALITRO Bogor.
Mengingat pengembangan jahe di bawah tegakan karet ini cukup luas, maka dari awal perlu dicarikan pemasarannya, atau mencari perusahaan mitra yang mau membantu pemasaran. Perusahaan pengelolah karet yang ada di Jambi selama ini hanya manampung produksi karet petani, ke depan diharapkan perusahaan ini dapat menjadi mitra dan bapak angkat petani dalam menampung dan memasarkan jahe petani. Mengingat jumlah perusahaan pengolah karet ini tidak banyak (hanya sekitar 3 perusahaan) maka untuk itu perlu pendekatan khusus dan memberikan pemahaman positif kepada pengelola perusahaan karet tersebut.
Mengingat pengembangan jahe di bawah tegakan karet ini cukup luas, maka dari awal perlu dicarikan pemasarannya, atau mencari perusahaan mitra yang mau membantu pemasaran. Perusahaan pengelolah karet yang ada di Jambi selama ini hanya manampung produksi karet petani, ke depan diharapkan perusahaan ini dapat menjadi mitra dan bapak angkat petani dalam menampung dan memasarkan jahe petani. Mengingat jumlah perusahaan pengolah karet ini tidak banyak (hanya sekitar 3 perusahaan) maka untuk itu perlu pendekatan khusus dan memberikan pemahaman positif kepada pengelola perusahaan karet tersebut.
Perusahaan
industri jamu ataupun eksportir rempah dan tanaman obat juga perlu digaet dan
diajak bekerjasama dalam menamping dan memasarkan produk jahe ini, selama ini
industri dan eksportir rempah dan obat tersebut ini banyak terdapat di pulau
Jawa. Mengingat skala usaha yang dikembangkan cukup luas dan masih akan
ditingkatkan lagi (di lokasi ini direncanakan akan dikembangkan seluas 100 Ha),
maka upaya mendatangkan industri dan eksportir ini perlu dilakukan, untuk
melihat potensi dan kemungkinan kerjasama.
Nilai tambah hasil jahe juga perlu difikirkan semenjak awal, bila hanya dijual dalam keadaan basah (segar) maka nilai tambahnya tidak begitu besar disamping mudah rusak. Penanganan pascapanen dengan mengolah menjadi simplisia perlu dijadikan komponen kegiatan pengembangan jahe ini, dengan demikian disamping meningkatkan nilai tambah juga memudahkan dalam transportasi dan distribusi, bisa disimpan dalam waktu lama.
Pembinaan dan menumbuhkan champion tanaman obat ataupun penggerak membangun desa (PMD) tanaman obat juga perlu dilakukan. Dengan demikian mereka dapat diajak dan diandalkan menjadi pelopor dalam menerobos pasar, kemitraan usaha dengan industri dan eksportir. Sejauh ini champion dan PMD ini masih belum dijajaki di daerah Muaro Jambi ini, ke depan hal ini tentunya diharapkan dapat ditumbuhkan.
Nilai tambah hasil jahe juga perlu difikirkan semenjak awal, bila hanya dijual dalam keadaan basah (segar) maka nilai tambahnya tidak begitu besar disamping mudah rusak. Penanganan pascapanen dengan mengolah menjadi simplisia perlu dijadikan komponen kegiatan pengembangan jahe ini, dengan demikian disamping meningkatkan nilai tambah juga memudahkan dalam transportasi dan distribusi, bisa disimpan dalam waktu lama.
Pembinaan dan menumbuhkan champion tanaman obat ataupun penggerak membangun desa (PMD) tanaman obat juga perlu dilakukan. Dengan demikian mereka dapat diajak dan diandalkan menjadi pelopor dalam menerobos pasar, kemitraan usaha dengan industri dan eksportir. Sejauh ini champion dan PMD ini masih belum dijajaki di daerah Muaro Jambi ini, ke depan hal ini tentunya diharapkan dapat ditumbuhkan.
Dukungan Program dan
Kebijakan
Pada
saat kunjungan Menteri Pertanian di Kecamatan Muaro Sebo ini sudah mengatakan
bahwa kegiatan pengembangan karet dan jahe terpadu ini sangat bagus dan perlu
dikembangkan. Bahkan beliau menantang supaya di lokasi model ini dapat
dikembangkan seluas 100 Ha, Tentu ini merupakan perintah Menteri ke
Ditjen Hortikultura dan Dinas Pertanian Jambi yang perlu ditindak lanjuti.
Karena itu kegiatan ini akan dilanjutkan dan diperbesar dengan melibatkan
berbagai pihak, termasuk pengusaha eksportir dan pengusaha karet.
Selanjutnya
salam perencanaan kegiatan 2013, pengembangan jahe ini telah dimasukkan dan
dijadikan salah satu kegiatan unggulan dan prioritas. Kerjasama dan dukungan
dari Ditjen Perkebunan yang menangani komoditas karet juga diperlukan.
Dorongan dan dukungan berbagai pihak untuk penyempurnaan konsep, pembinaan
intensif kepada petani dan pengembangan skala luas akan dilakukan dengan
melibatkan berbagai institusi terkait, seperti halnya Dinas Koperasi dan UKM,
Dinas Perdagangan, lembaga penelitian dan pengembangan, Dinas Perindustrian,
dll.
Sumber
: DirektoratJenderal Hortikultura
SIIPP.... bisa menggunakan lahan kosong dekat rumah.
BalasHapusbagaimana jika tanaman karetnya sudah produktif,? foto di atas itu tanaman karet muda
BalasHapus