Deskripsi
Burung walet (Collacalia fuciphaga) adalah burung dari keluarga Apodidae. Burung ini mirip dengan burung layang-layang, namun sebenarnya sama sekali tidak memiliki hubungan kekerabatannya dengan spesies burung pengicau. Burung walet lebih masuk dalam ordo Apodiformes, satu ordo dengan burung kolibri.
Kemiripan antara burung walet dengan burung layang-layang merupakan akibat dari evolusi konvergen, dimana kedua jenis burung memiliki gaya hidup yang sama, yakni menangkap serangga pada saat terbang. Nama keluarga Apodidae diambil dari bahasa Yunani kuno απους, apous, yang berarti "tanpa kaki". Hal ini disebapkan burung walet memiliki kaki yang sangat pendek, dan sangat jarang berdiri di tanah, melainkan lebih suka menggantung di permukaan yang tegak lurus.
Burung Walet merupakan burung pemakan serangga yang
bersifat aerial dan suka meluncur. Burung ini berwarna gelap, terbangnya cepat
dengan ukuran tubuh sedang/kecil, dan memiliki sayap berbentuk sabit yang
sempit dan runcing, kakinya sangat kecil begitu juga paruhnya dan jenis burung
ini tidak pernah hinggap di pohon.
Burung walet mempunyai kebiasaan berdiam di gua-gua
atau rumah-rumah yang cukup lembab, remang-remang sampai gelap dan menggunakan langitlangit untuk menempelkan
sarang sebagai tempat beristirahat dan berbiak.
Jenis
Klasifikasi burung walet adalah sebagai berikut:
Superorder : Apomorphae
Order : Apodiformes
Family : Apodidae
Sub Family : Apodenae
Tribes : Collacaliini
Genera : Collacalia
Species : Collacaliafuciphaga
Manfaat
Hasil dari peternakan walet ini adalah sarangnya
yang terbuat dari air liurnya (saliva). Sarang walet ini selain mempunyai harga
yang tinggi, juga dapat bermanfaat bagi duni kesehatan. Sarang walet berguna
untuk menyembuhkan paru-paru, panas dalam, melancarkan peredaran darah dan
penambah tenaga.
Persyaratan
Lokasi
Persyaratan lingkungan lokasi kandang adalah:
1) Dataran rendah dengan ketinggian maksimum 1000 m
dpl.
2) Daerah yang jauh dari jangkauan pengaruh
kemajuan teknologi dan perkembangan masyarakat.
3) Daerah yang jauh dari gangguan burung-burung
buas pemakan daging.
4) Persawahan, padang rumput, hutan-hutan terbuka,
pantai, danau, sungai, rawa-rawa merupakan daerah yang paling tepat.
Pedoman
Teknis Budidaya
Penyiapan
Sarana dan Peralatan
1) Suhu, Kelembaban dan Penerangan
Gedung untuk kandang walet harus memiliki suhu,
kelembaban dan penerangan yang mirip dengan gua-gua alami. Suhu gua alami
berkisar antara 24-26 derajat C dan kelembaban ± 80-95 %.
Pengaturan kondisi suhu dan kelembaban dilakukan
dengan:
a. Melapisi plafon dengan sekam setebal 20 cm
b. Membuat saluran-saluran air atau kolam dalam
gedung.
c. Menggunakan ventilasi dari pipa bentuk “L” yang
berjaraknya 5 m satu lubang, berdiameter 4 cm.
d. Menutup rapat pintu, jendela dan lubang yang
tidak terpakai.
e. Pada lubang keluar masuk diberi penangkal sinar
yang berbentuk corong dari goni atau kain berwarna hitam sehingga keadaan dalam
gedung akan lebih gelap. Suasana gelap lebih disenangi walet.
2) Bentuk dan Konstruksi Gedung
Umumnya, rumah walet seperti bangunan gedung besar,
luasnya bervariasi dari 10x15 m2 sampai 10x20 m2. Makin
tinggi wuwungan (bubungan) dan semakin besar jarak antara wuwungan dan plafon,
makin baik rumah walet dan lebih disukai burung walet. Rumah tidak boleh
tertutup oleh pepohonan tinggi.
Tembok gedung dibuat dari dinding berplester
sedangkan bagian luar dari campuran semen. Bagian dalam tembok sebaiknya dibuat
dari campuran pasir, kapur dan semen dengan perbandingan 3:2:1 yang sangat baik
untuk mengendalikan suhu dan kelembaban udara. Untuk mengurangi bau semen dapat
disirami air setiap hari.
Kerangka atap dan sekat tempat melekatnya
sarang-sarang dibuat dari kayukayu yang kuat, tua dan tahan lama, awet, tidak
mudah dimakan rengat. Atapnya terbuat dari genting.
Gedung walet perlu dilengkapi dengan roving room
sebagai tempat berputarputar dan resting
room sebagai tempat untuk beristirahat dan bersarang. Lubang tempat keluar
masuk burung berukuran 20x20 atau 20x35 cm2 dibuat di bagian atas.
Jumlah lubang tergantung pada kebutuhan dan kondisi
gedung. Letaknya lubang jangan menghadap ke timur
dan dinding lubang dicat hitam.
Pembibitan
Umumnya para peternak burung walet melakukan dengan
tidak sengaja. Banyaknya burung walet yang mengitari bangunan rumah
dimanfaatkan oleh para peternak tersebut. Untuk memancing burung agar lebih
banyak lagi, pemilik rumah menyiapkan tape recorder yang berisi rekaman suara
burung Walet. Ada juga yang melakukan penumpukan jerami yang menghasilkan serangga-serangga
kecil sebagai bahan makanan burung walet.
1) Pemilihan Bibit dan Calon Induk
Sebagai induk walet dipilih burung sriti yang
diusahakan agar mau bersarang di dalam gedung baru. Cara untuk memancing burung
sriti agar masuk dalam gedung baru tersebut dengan menggunakan kaset rekaman
dari wuara walet atau sriti. Pemutaran ini dilakukan pada jam 16.00-18.00,
yaitu waktu burung kembali mencari makan.
2) Perawatan Bibit dan Calon Induk
Di dalam usaha budidaya walet, perlu disiapkan
telur walet untuk ditetaskan pada sarang burung sriti. Telur dapat diperoleh
dari pemilik gedung walet yang sedang melakukan “panen cara buang telur”. Panen
ini dilaksanakan setelah burung walet membuat sarang dan bertelur dua butir.
Telur walet diambil dan dibuang kemudian sarangnya diambil. Telur yang dibuang
dalam panen ini dapat dimanfaatkan untuk memperbanyak populasi burung walet dengan
menetaskannya di dalam sarang sriti.
a. Memilih Telur Walet
Telur yang dipanen terdiri dari 3 macam warna,
yaitu :
- Merah muda, telur yang baru keluar dari kloaka
induk berumur 0-5 hari.
- Putih kemerahan, berumur 6-10 hari.
- Putih pekat kehitaman, mendekati waktu menetas
berumur 10-15 hari.
Telur walet berbentuk bulat panjang, ukuran
2,014x1,353 cm dengan berat 1,97 gram. Ciri telur yang baik harus kelihatan
segar dan tidak boleh menginap kecuali dalam mesin tetas. Telur tetas yang baik
mempunyai kantung udara yang relatif kecil. Stabil dan tidak bergeser dari
tempatnya. Letak kuning telur harus ada ditengah dan tidak bergerak-gerak,
tidak ditemukan bintik darah. Penentuan kualitas telur di atas dilakukan dengan
peneropongan.
b. Membawa Telur Walet
Telur yang didapat dari tempat yang jaraknya dekat
dapat berupa telur yang masih muda atau setengah tua. Sedangkan telur dari
jarak jauh, sebaiknya berupa telur yang sudah mendekati menetas.
Telur disusun dalam spon yang berlubang dengan
diameter 1 cm. Spon dimasukkan ke dalam keranjang plastik berlubang kemudian
ditutup. Guncangan kendaraan dan AC yang terlalu dingin dapat mengakibatkan telur
mati. Telur muda memiliki angka kematian hampir 80% sedangkan telur tua lebih
rendah.
3) Penetasan Telur Walet
a. Cara menetaskan telur walet pada sarang sriti.
Pada saat musim bertelur burung sriti tiba, telur
sriti diganti dengan telur walet. Pengambilan telur harus dengan sendok plastik
atau kertas tisue untuk menghindari kerusakan dan pencemaran telur yang dapat menyebabkan
burung sriti tidak mau mengeraminya. Penggantian telur dilakukan pada siang
hari saat burung sriti keluar gedung mencari makan.
Selanjutnya telur-telur walet tersebut akan dierami
oleh burung sriti dan setelah menetas akan diasuh sampai burung walet dapat
terbang serta mencari makan.
b. Menetaskan telur walet pada mesin penetas
Suhu mesin penetas sekitar 400C dengan
kelembaban 70%. Untuk memperoleh kelembaban tersebut dilakukan dengan
menempatkan piring atau cawan berisi air di bagian bawah rak telur. Diusahakan
agar air didalam cawan tersebut tidak habis.
Telur-telur dimasukan ke dalam rak telur secara
merata atau mendata dan jangan tumpang tindih. Dua kali sehari posisi
telur-telur dibalik dengan hati-hati untuk menghindari kerusakan embrio. Di
hari ketiga dilakukan peneropongan telur. Telur-telur yang kosong dan yang
embrionya mati dibuang. Embrio mati tandanya dapat terlihat pada bagian tengah
telur terdapat lingkaran darah yang gelap. Sedangkan telur yang embrionya hidup
akan terlihat seperti sarang laba-laba. Pembalikan telur dilakukan sampai hari
ke-12.
Selama penetasan mesin tidak boleh dibuka kecuali
untuk keperluan pembalikan atau mengisi cawan pengatur kelembaban. Setelah
13-15 hari telur akan menetas.
Pemeliharaan
1) Perawatan Ternak
Anak burung walet yang baru menetas tidak berbulu
dan sangat lemah. Anak walet yang belum mampu makan sendir perlu disuapi dengan
telur semut (kroto segar) tiga kali sehari. Selama 2-3 hari anak walet ini
masih memerlukan pemanasan yang stabil dan intensif sehingga tidak perlu dikeluarkan
dari mesin tetas. Setelah itu, temperatur boleh diturunkan 1-2 derajat/hari
dengan cara membuka lubang udara mesin.
Setelah berumur ±10 hari saat bulu-bulu sudah tumbuh anak walet dipindahkan ke dalam
kotak khusus. Kotak ini dilengkapi dengan alat pemanas yang diletakan ditengah
atau pojok kotak. Setelah berumur 43 hari, anak-anak walet yang sudah siap
terbang dibawa ke gedung pada malam hari, kemudian dletakan dalam rak untuk
pelepasan.
Tinggi rak minimal 2 m dari lantai. Dengan
ketinggian ini, anak waket akan dapat terbang pada keesokan harinya dan
mengikuti cara terbang walet dewasa.
2) Sumber Pakan
Burung walet merupakan burung liar yang mencari
makan sendiri. Makanannya adalah serangga-serangga kecil yang ada di daerah pesawahan,
tanah terbuka, hutan dan pantai/perairan. Untuk mendapatkan sarang walet yang
memuaskan, pengelola rumah walet harus menyediakan makanan tambahan terutama
untuk musim kemarau. Beberapa cara untuk mengasilkan serangga adalah:
a. menanam tanaman dengan tumpang sari.
b. budidaya serangga yaitu kutu gaplek dan nyamuk.
c. membuat kolam dipekarangan rumah walet.
d. menumpuk buah-buah busuk di pekarangan rumah.
3) Pemeliharaan Kandang
Apabila gedung sudah lama dihuni oleh walet,
kotoran yang menumpuk di lantai harus dibersihkan. Kotoran ini tidak dibuang
tetapi dimasukan dalam karung dan disimpan di gedung.
Hama dan
Penyakit
1) Tikus
Hama ini memakan telur, anak burung walet bahkan
sarangnya. Tikus mendatangkan suara gaduh dan kotoran serta air kencingnya
dapat menyebabkan suhu yang tidak nyaman. Cara pencegahan tikus dengan menutup
semua lubang, tidak menimbun barang bekas dan kayu-kayu yang akan digunakan
untuk sarang tikus.
2) Semut
Semut api dan semut gatal memakan anak walet dan
mengganggu burung walet yang sedang bertelur. Cara pemberantasan dengan memberi
umpan agar semut-semut yang ada di luar sarang mengerumuninya. Setelah itu semut
disiram dengan air panas.
3) Kecoa
Binatang ini memakan sarang burung sehingga
tubuhnya cacat, kecil dan tidak sempurna. Cara pemberantasan dengan menyemprot
insektisida, menjaga kebersihan dan membuang barang yang tidak diperlukan
dibuang agar tidak menjadi tempat persembunyian.
4) Cicak dan Tokek
Binatang ini memakan telur dan sarang walet. Tokek
dapat memakan anak burung walet. Kotorannya dapat mencemari raungan dan suhu
yang ditimbulkan mengganggu ketenangan burung walet. Cara pemberantasan dengan
diusir, ditangkap sedangkan penanggulangan dengan membuat
saluran air di sekitar pagar untuk penghalang,
tembok bagian luar dibuat licin dan dicat dan lubang-lubang yang tidak
digunakan ditutup.
Sarang burung walet dapat diambil atau dipanen
apabila keadaannya sudah memungkinkan untuk dipetik. Untuk melakukan pemetikan
perlu cara dan ketentuan tertentu agar hasil yang diperoleh bisa memenuhi mutu
sarang walet yang baik. Jika terjadi kesalahan dalam menanen akan berakibat
fatal bagi gedung dan burung walet itu sendiri. Ada kemungkinan burung walet
merasa tergangggu dan pindah tempat. Untuk mencegah kemungkinan tersebut, para pemilik
gedung perlu mengetahui teknik atau pola dan waktu pemanenan.
Pola panen sarang burung dapat dilakukan oleh
pengelola gedung walet dengan beberapa cara, yaitu:
1) Panen Rampasan
Cara ini dilaksanakan setelah sarang siap dipakai
untuk bertelur, tetapi pasangan walet itu belum sempat bertelur. Cara ini
mempunyai keuntungan yaitu jarak waktu panen cepat, kualitas sarang burung
bagus dan total produksi sarang burung pertahun lebih banyak. Kelemahan cara ini
tidak baik dalam pelestaraian burung walrt karena tidak ada peremajaan.
Kondisinya lemah karena dipicu untuk terus menerus
membuat sarang sehingga tidak ada waktu istirahat. Kualitas sarangnya pun
merosot menjadi kecil dan tipis karena produksi air liur tidak mampu
mengimbangi pemacuan waktu untuk membuat sarang dan bertelur.
2) Panen Buang Telur
Cara ini dilaksanankan setelah burung membuat
sarang dan bertelur dua butir. Telur diambil dan dibuang kemudian sarangnya
diambil. Pola ini mempunyai keuntungan yaitu dalam setahun dapat dilakukan
panen hingga 4 kali dan mutu sarang yang dihasilkan pun baik karena sempurna
dan tebal.
Adapun kelemahannya yakni, tidak ada kesempatan
bagi walet untuk menetaskan telurnya.
3) Panen Penetasan
Pada pola ini sarang dapat dipanen ketika anak-anak
walet menetas dan sudah bisa terbang. Kelemahan pola ini, mutu sarang rendah
karena sudah mulai rusak dan dicemari oleh kotorannya. Sedangkan keuntungannya adalah
burung walet dapat berkembang biak dengan tenang dan aman sehingga polulasi
burung dapat meningkat.
Adapun waktu panen adalah:
1) Panen 4 kali setahun
Panen ini dilakukan apabila walet sudah kerasan
dengan rumah yang dihuni dan telah padat populasinya. Cara yang dipakai yaitu
panen pertama dilakukan dengan pola panen rampasan. Sedangkan untuk panen selanjutnya
dengan pola buang telur.
2) Panen 3 kali setahun
Frekuensi panen ini sangat baik untuk gedung walet
yang sudah berjalan dan masih memerlukan penambahan populasi. Cara yang dipakai
yaitu, panen tetasan untuk panen pertama dan selanjutnya dengan pola rampasan dan
buang telur.
3) Panen 2 kali setahun
Cara panen ini dilakukan pada awal pengelolaan,
karena tujuannya untuk memperbanyak populasi burung walet.
Pasca Panen
Setelah hasil panen walet dikumpulkan dalu
dilakukan pembersihan dan penyortiran dari hasil yang didapat. Hasil panen
dibersihkan dari kotorankotoran yang menempel yang kemudian dilakukan pemisahan
antara sarang walet yang bersih dengan yang kotor.
Sumber : ristek
0 komentar :
Posting Komentar